Pernahkah Anda mendengar nama Carolina Reaper? Carolina Reaper merupakan salah satu cabe terpedas di dunia. Menurut Guines World of Records, cabai ini mengandung 1.569.300 Scoville Heat Units (SHU). Scoville Heat Units ini adalah skala Internasional yang digunakan untuk mengukur tingkat kepedasan, diukur dari zat capsaicin pada cabai tersebut. Capsaicin adalah suatu zat yang merangsang ujung saraf penerima pedas di lidah, dan jumlah satuan pedas Scoville (SHU) menunjukkan jumlah capsaicin yang ada. Skala ini ditemukan oleh Wilbur Scoville pada tahun 1865.

Cabai super pedas ini ditemukan oleh Smokin’ Ed Currie, pemilik perusahaan Puckerbutt Pepper. Ed Currie sudah menyukai makanan pedas sejak kecil. Setelah beranjak dewasa, ia berkeinginan untuk menciptakan cabe-cabe jenis baru yang super pedas. Smokin’ Ed mendapat perhatian industri cabai pada November 2011. Seorang reporter nasional mendatangi toko Smokin’ Ed dan mencoba Carolina Reaper. Setelah mencoba Carolina Reaper berukuran kecil, reporter itu mulai bergulung-gulung di lantai, berhalusinasi, setelah itu membagikan pengalamannya melalui media nasional.

Carolina Reaper sendiri merupakan hasil kawin silang antara Ghost Pepper ( Bhut Jolokia, India) dan Red Habanero. Menurut seorang Ethnobotanist, James Wong, Carolina Reaper ini cukup mudah untuk ditanam di rumah. Cabai ini membutuhkan temperatur minimal 18 – 20°C, dan disarankan ditanam pada pot atau polybag berukuran 30 – 40 cm untuk membatasi pertumbuhan sehingga memproduksi cabai lebih cepat. Menurut PuckerButt Pepper Company, cabai ini disarankan ditanam di greenhouse agar temperatur tetap stabil.

PT Kencana Tiara Gemilang (KTG) melalui tim Research & Development (R&D) melakukan penelitian dengan menggunakan cabe ini sebagai objek utama percobaan. Cabe ini di tanam di luar dan di dalam greenhouse dengan menggunakan Geomembrane Geoprotec produksi KTG. Geomembrane Geoprotec yang kami gunakan untuk greenhouse adalah Geoprotec Smooth 250 micron (0,25 mm). Geoprotec ini tahan terhadap UV sehingga sangat cocok digunakan untuk greenhouse dan bisa tahan selama bertahun-tahun pada pemakaian normal.

Kami memulai riset pada bulan Januari 2016 – Juni 2017. Di awal riset, biji cabe tidak menunjukkan tanda-tanda akan muncul tunas. Tim kami berspekulasi bahwa tanaman ini memang tidak bisa tumbuh pada suhu di atas 20°C. Namun hal itu tidak terbukti karena benih Carolina Reaper yang disemai di awal Januari mulai tumbuh daun di minggu 3. Pertumbuhan awal terbilang cukup lama jika dibandingkan dengan cabe lokal.

Perbedaan suhu di dalam dan di luar greenhouse juga cukup berbeda. Suhu di dalam greenhouse bisa mencapai 45°C pada siang hari, sedangkan suhu luar saat siang hari sekitar 30°C. Perbedaan tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman juga berbeda antara di luar dan di dalam greenhouse. Tanaman di dalam greenhouse memiliki daun yang cukup besar jika dibandingkan dengan daun cabe lokal. Sedangkan tanaman yang berada di luar greenhouse memiliki daun yang relatif normal. Cabe yang dihasilkan pun memiliki ukuran yang berbeda. Cabe di luar greenhouse memiliki bentuk yang lebih besar dan berwarna lebih cerah, cabe ini juga memiliki rasa yang lebih pedas. Sedangkan cabe yang tumbuh di dalam greenhouse memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan tanaman di luar greenhouse. Hal ini menyebabkan tanaman tersebut tidak sepedas cabe di luar greenhouse. Akan tetapi jumlah cabe yang dihasilkan tanaman di dalam greenhouse lebih banyak jika dibandingkan dengan dengan di luar greenhouse.

Dari riset tersebut bisa disimpulkan cabe yang ditanam di dalam greenhouse memiliki jumlah yang lebih banyak dan lebih manis. Sedangkan cabe yang ditanam di luar greenhouse memiliki rasa yang jauh lebih pedas dan dan buah yang lebih merah. Tentunya dalam hal ini masih diperlukan penelitian lebih jauh dan mendalam. Dan yang terpenting, cabe tersebut bisa ditanam di Indonesia yang beriklim tropis. Tertarik untuk mencoba?

 

Sumber :

www.guinnessworldrecords.com

www.puckerbuttpeppercompany.com